WONOSOBO, indonesiaexpres.co.id – Pondok Pesantren Rohmatul Ummat Wonobungkah Wonosobo asuhan Gus Fakih mengadakan Pengajian Akbar dalam acara Peresmian Masjid Yudha Purnama, Kamis (25/5/2023).
KH. Nur Hidayat Pengasuh Pondok Pesantren Al Mubarok Manggisan Wonosobo dalam sambutannya menyampaikan,
” Di Indonesia Cikal bakal pesantren sudah ada mulai abad 14 dimulai dari Sunan Ampel, diawali menyelenggarakan pendalaman Al Qur’an yang bernama Ponpes Ampeldenta. Sunan Ampel membangun masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah, serta membangun pesantren. ” Tutur KH. Nur Hidayat.
Lanjut Beliau, ” Daerah tempat pesantren tersebut dikenal dengan Ampeldenta sehingga nama Raden Rahmat kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Ampel.”
Sunan Ampel adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Tak hanya dikenal sebagai pendakwah, Sunan Ampel juga dikenal sebagai pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur.
” Sunan Apel lahir 1401 dan meninggal 1481, jadi pesantren lahir jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, sedangkan sistem pendidikan Eropa yang berkembang hingga sekarang baru dimulai abad 16. Pondok pesantren baru diakui dengan Undang-undangan Nomor 19 Tahun 1908, sejak itu pondok pesantren di lindungi negara dan sejajar dengan pendidikan formal. Walau sudah di akui masih banyak yang menjadi ganjalan sehingga perjuangan para ulama melalui Perpres, perda, dan pergub dan perbud, dan kini Alhamdulillah sudah bisa setara hak dan kewajibannya. ” Kata Kyai Haji Nur Hidayat.
” Jadi ini artinya tidak ada masalah dengan ijazah Pondok Pesantren dan pemerintah wajib menerima ijazah seperti pendidikan formal lainnya.” Tegasnya.
Sementara Bupati Wonosobo Afif Nur Hidayat, S.Ag. dalam sambutannya menyampaikan,
” Alhamdulillah Masjid Yudha Purnama siap diresmikan, dulu peletakkan batu pertama pembangunan Masjid Yudha Purnama, dan In Shaa Allah hari ini saya juga diminta meresmikan semoga barokah.”
Usai sambutan peresmian, dilanjutkan menandatanganan prasasti pendirinya Masjid Yudha Purnama oleh Bupati Wonosobo didampingi jajaran pengurus Yayasan Pondok Pesantren Rohmatul Ummat Wonobungkah beserta Camat Wonosobo, Lurah Jlamprang, Danramil dan lainnya.
Pada acara inti dibawakan oleh KH. Muhammad Thoifur Mawardi beliau kelahiran Purworejo 8 Agustus 1955 adalah putra dari KH.R Mawardi, Dzuriyah KH.R Imam Maghfuro (R. Hasan Benawi) keturunan Joko Umbaran trah Sultan Agung yg di Karesidenan Kedu terkenal sebagai Tokoh Ulama Islamisasi Bagelen dan akrab dipanggil Syekh Thoifur Mawardi, Abah Thoifur dan Kyai Thoifur Mawardi.
Syekh Thoifur berpesan kepada jama’ah yang hadir untuk bersyukur karena putra putrinya mau mondok di pondok pesantren, karena anak tersebut akan mempelajari ilmu-ilmu agama yang menjadikan petunjuk untuk mendapatkan pertolongan Allah, anak shaleh Shalehah akan menjadi penyelamat untuk untuk kedua orang tuanya. Kepada Kyai dan para guru di pesantren Syekh Thoifur berpesan agar selalu menemani para santri memberi contoh kepada para santri, sehingga santri-santri Pondok Pesantren Rohmatul Ummat bisa mencontoh guru dan kyainya. Itu menjadi tanggung jawab guru dan kyai dalam membentuk karakter santri sehingga benar-benar menjadi suri tauladan di masyarakat.
Doa-doa yang dipanjatkan oleh Syekh Thoifur Mawardi diyakini oleh masyarakat dan ulama selalu mustajab, sehingga banyak ulama dan kyai yang meminta untuk didoakan beliau. Selain itu, beliau juga dijuluki sebagai “kitab berjalan dikarenakan banyak habib dan ulama yang memberikan rasa hormat wattakriman terhadapnya.
Abah Thoifur, di dalam hidupnya, beliau menjelajahi guna menuntut ilmu di Jawa, seperti di Pondok Lasem Rembang, Pondok Sugihan Kajoran Magelang, serta yang masyhur adalah di Rushoifah yang menjadi tempat dari Imam Aahlussunnah wal jamaah pada abad 21. Walaupun sekarang ini tak lagi muda, tetap kuat berpuluh kali ibada mulai Nasyril ‘lim hingga Munajat beliau.
Beliau sudah berkali-kali bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Dari sejarahnya dahulu saat beliau berkeinginan membuat sumur, akhirnya meminta saran ke santri kesayangannya yaitu Syekh Toifur yang telah menjadi kebiasaan untuknya bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Hal ini supaya sekiranya Rasulullah memberikan petunjuk dimanakah tempat yang pas untuk membuat sumur.
Akhirnya dibuatlah sebuah sumur yang memang sesuai dengan pentunjuknya Rasulullah melalui mimpi santrinya tersebut, serta atas jasanya sumur tersebut diabadikan menggunakan nama beliau. Ahli mimpi bertemu dengan Rasulullah inilah merupakan citra yang melekat sekali kepada Abah Thoifur.
Acara ditutup dengan doa yang dipanjatkan oleh Syekh Toifur diikuti oleh seluruh jamaah yang hadir.
(HENDRA)